Kejaksaan Selidiki Dugaan Pemotongan Anggaran BPJS

Dugaan pemotongan anggaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) oleh oknum Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Nganjuk mendapat tanggapan Kejaksaan Negeri (Kejari) Nganjuk. Kejaksaan segera menyelidiki kebenaran informasi ini dengan melakukan penelitian awal terhadap dugaan korupsi pada institusi yang membidangi kesehatan di Nganjuk tersebut.

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Nganjuk, I Wayan Sumadana melalui Kasi Pidsus I Ketut Sudiarta menyampaikan, pihaknya segera melakukan penelitian awal dengan mencari petunjuk pelaksanaan (juklak) maupun petunjuk teknis (juknis) program tersebut. "Dalam waktu dekat, kami akan segera selidiki kasus dugaan pe-motongan anggaran BPJS ini, karena anggaran ini untuk rakyat," ungkap Ketut, (15/09/2014).
   
Dikonfirmasi adanya potongan anggaran BPJS, Sekretaris Daerah (Sekda) Nganjuk, Masduqi mengaku terkejut. Pasalnya, lewat APBD, pemerintah daerah telah menganggarkan sekitar Rp 12 miliar per tahun khusus untuk pelayanan kesehatan warga miskin. Bahkan pihaknya tidak mengetahui, pengguna BPJS masih membayar.
   
"Kami tidak tahu kalau pengguna kartu BPJS masih membayar, padahal pemerintah daerah telah menganggarkan Rp 12 miliar per tahunnya," jelas Masduqi. Kendati demikian, pihaknya akan ngecek pada Dinkes Nganjuk, instansi yang menangani anggaran BPJS.
   
Diberitakan sebelumnya, pemotongan anggaran BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) kesehatan yang dikucurkan kepada masing-masing Puskesmas di seluruh Kabupaten Nganjuk ternyata masih terjadi. Dengan dalih untuk biaya administrasi dan biaya pengurusan lainnya, dana tersebut diduga dipotong oleh oknum di Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Nganjuk sebesar 5 hingga 10 persen.            

Padahal dalam aturannya jelas, apapun bentuk pemotongan terhadap suatu program adalah merupakan tindakan korupsi dan juga merupakan tindakan melanggar hukum. Seperti diberitakan sebelumnya, tiap puskesmas di wilayah Kabupaten Nganjuk tidak menerima utuh dana BPJS dari Dinkes Nganjuk. Rata-rata kepala puskesmas membenarkan telah terjadi potongan antara lima hingga sepuluh persen.
   
Uang hasil pemotongan digunakan sebagai biaya pengurusan dan administrasi oleh oknum pegawai Dinkes Nganjuk. Sehingga pihak puskesmas merasa berat mengatur dana BPJS yang turun tiap bulannya. Dana yang seharusnya cukup untuk melayani kesehatan warga miskin setiap bulan, kenyataannya cukup tiga minggu saja. (az/siarpos)

0 komentar:

Posting Komentar